Sabtu, 06 Juli 2013

artikel minang


MENGAPA TIDAK ADA ‘KAMPUNG MINANG’? : Catatan tambahan untuk artikel Mathias Pandoe
Published By niadilova under Kajian Umum    
Menarik membaca artikel Mathias Pandoe, “Minangkabau Boulevart” (sic) yang dimuatPadang Ekspres (Jumat, 24 Oktober 2008). Artikel itu mendiskusikan mengapa perantau Minangkabau di banyak daerah di luar Sumatera Barat, termasuk luar negeri, tidak hidup dalam sebuah enclave seperti beberapa etnis lainnya?
Kalau di banyak kota ditemukan Kampung Cina, Kampung Keling, Kampung Nias, Kampung Bali, Kampung Bugis, dan Kampung Ambon, misalnya, mengapa tidak ada Kampung Minang? Mathias menjelaskan bahwa hal itu disebabkan “orang Minang merantau tidak mengelompok di satu kawasan, tapi menyebar dengan jarak agak jauh satu sama lain”. Tetapi mengapa sifat seperti itu muncul pada orang Minang?
Yang menarik sebenarnya penjelasan historis penulis mengenai hal ini yang, sayangnya, hanya disinggung sedikit saja dalam artikel itu. Tulisan ini ingin menokok-tambah sedikit penjelasan historis Mathias yang sepintas lalu itu. Analisis dan interpretasi saya didasarkan atas refleksi terhadap sumber-sumber pertama sejarah yang telah saya baca.
Seperti dikatakan dalam artikel Mathias Pandoe, Kampung Ambon, Kampung Cina, dan banyak kampung yang lain itu sudah terbentuk di kota-kota pantai di Nusantara jauh pada zaman lampau. Ada indikasi bahwa beberapa kampung seperti itu sudah muncul sebelum orang Eropa datang ke Nusantara. Tapi kebanyakan kampung seperti itu terbentuk setelah Orang Eropa, khususnya Belanda, mulai bercokol di Nusantara.
Konsolidasi penjajahan Belanda di Kepulauan Nusantara melalui serikat dagang VOC (Verenigde Oost Indische Compagnie) sejak awal abad ke-17 telah ikut mempengaruhi struktur demografi kependudukan wilayah kepulauan ini. Banyak kelompok etnis melakukan penghijarahan dari daerah asalnya ke daerah lain, khususnya ke kota-kota pelabuhan. Migrasi itu ada yang dilakukan karena terpaksa (biasanya hal ini terkait dengan tugas militer dan perbudakan) dan ada yang dilakukan secara sukarela (biasanya karena motif ekonomi).
Orang-orang yang melakukan penghijrahan itulah yang membuat kampung-kampung sendiri di tempat mereka yang baru. Dapat dibayangkan bahwa pada waktu itu (abad ke 16-awal abad ke-20) masing-masing etnis yang berpindah tempat itu, atau dengan paksa dipindahkan, sangat merasa asing di daerah mereka yang baru tempat mereka tinggal. Mereka umumnya tidak bisa berbahasa Melayu, oleh karenanya tidak bisa berkomunikasi dengan kelompok dari suku lain yang juga berimigrasi ke tempat yang sama. Hal ini berlaku juga bagi ras-ras asing yang datang ke Nusantara, seperti orang India (Keling), Arab, dan Cina. Salah satu cara, dan ini semacam naluri makhluk hidup pada umumnya, adalah tinggal berkelompok di wilayah yang sama di tempat yang baru itu.
Cukup dapat dipastikan bahwa awal terbentuknya kampung-kampung beberapa kelompok etnis dari Indonesia timur di kota-kota Jawa (seperti Batavia dan Surabaya)seperti Kampung Bali, Kampung Ambon, dan Kampung Bugisdisebabkan oleh pendatangan dan pengiriman budak-budak dari daerah itu ke Jawa. Paling tidak ada tiga tipe budak dari wilayah itu:
1) yang diperdagangkan;
2) yang dibawa paksa oleh Belanda ke Batavia sebagai tenaga kerja;
3) yang dihadiahkan sebagai ‘kado’ oleh raja-raja lokal setempat kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia.
Masyarakat etnis yang hidup di Indonesia Timur umumnya mengenal kasta sosial paling rendah, yaitu budak. Mereka boleh diperdagangkan dan dihadiahkan. Bila raja-raja mereka mengirim surat kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan Raad van India-nya di Batavia, maka setiap surat yang dikirim diiringi dengan ‘buah tangan’ berupa ternak, hasil bumi setempat, dan budak (biasanya disebut abdi, lasykar, bingkisan, dan kiriman).
Simak kutipan kalimat penutup Surat Sultan Bima ke-9, Abdul Hamid Muhamad Syah (1773-1817), kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda berikut ini (garis bawah oleh Suryadi): “Satupun tiada alamat al-hayat hanyalah pada siang dan malam serta keadaanenam orang abdi laki2 yang tiada sepertinya. Maka yang seperti kuda itu telah sediakan oleh Paduka Raja Bima, mau dikirimkan kepada Tuan Gurnadur Jenderal dengan segala Rat van [I]ndia yang sebagaimana yang telah sudah dibiasakan kepada tahun2 dahulu2.” (Naskah Leiden Or.2240-Ia.2).
Dan di bawah ini kutipan dari kalimat penutup surat Raja Buton ke-26, Muhyiuddin Abdul Gafur (1791-1799): “Apalah kiranya tanda alamat al-hayat pada akhir al-satarnya hanyadua lapan orang bingkisan kepada Kompeni dan dua orang kiriman kepada Tuan Heer Gurnadur Jenderal, demikianlah adanya.” (Naskah Leiden Or.2240-Ia.44).
Banyak sekali budak ‘buah tangan’ itu yang diterima (petinggi) Kompeni Belanda. Bayangkan saja: setiap surat dibarengi dengan hadiah beberapa orang budak (ada yang sampai 28 orang). Sepanjang abad ke-17, 18, dan 19 ada ribuan surat seperti itu yang dikirim oleh raja-raja lokal di Nusantara kepada Gubernur Jenderal Hindua Belanda di Batavia. Bayangkan jumlah budak yang menyertainya.
Minggu lalu saya membaca surat-surat Raja Bali (Buleleng dan Karangasem) yang tersimpan di Universiteitsbibliotheek Leiden. Rupanya raja-raja Bali juga royal mengirimkan hadiah budak kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia.
F. de Haan dalam buku laborious-nya, Oud Batavia (1935) mencatat bahwa beberapa nama kampung di Batavia pada awalnya dibangun dan dihuni oleh budak-budak yang dimerdekakan. Misalnya, kawasan Maggarai di Jakarta sekarang dulunya dibangun oleh budak-budak yang berasal dari daerah Manggarai, Flores Barat. Demikian pula halnya Kampung Bali yang dulunya dibangun oleh budak-budak yang dibawa dari Pulau Bali.
Kasta budak tidak ada dalam struktur sosial kelompok-kelompok etnis yang hidup di Indonesia barat. Kalaupun ada kelas rendah, itu biasanya didasarkan atas kategori kepemilikan harta. Etnis Minangkabau apalagi: jangankan jadi budak, diperintah saja mereka sulit. Bukankah mereka cenderung memilih jadi pedagang K5 yang menjual beberapa pasang kaus kaki ketimbang jadi tukang becak?
Raja-raja atau penghulu Minang dulu kalau mengirim surat kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Batavia menyertai emas sebagai buah tangan, bukan budak. Simak kutipan kalimat penutup surat Panglima Raja di Hilir, Penghulu Kepala kota Padang di bawah ini (garis bawah oleh Suryadi): “Syahdan maka adalah dipesertakan dengan burhan al-wujud sezarah ini tuhfah haluan daripada yang diperhamba Panglima serta penghulu2 yang dua belas serta istiadat yang dibiasakan keadaannya lima belas tahilmas kepala, serta kami minta selamat sekalian jenis kebajikan dan kesentosaan Tuan Gurnadur Jenderal dan sekalian Tuan Raden van India” (Naskah Leiden Or.2241-IIb 1; 13 Maret 1792).
Danhe he, tanda si Padang pelit (cimpilik kariang?)Panglima Raja di Hilir seringkali hanya bilang “dengan hati putih” saja, tanpa dibarengi ‘kado’ lagi, seperti dapat dikesan dalam kutipan suratnya di bawah ini (garis bawah oleh Suryadi): “Sekarang suatupun belumapa2 persembahan daripada kami melainkan hanya hati putih selamat dengan segala jenis kebajikan Tuan Gurnadur Jenderal dan segala Tuan orang besar [Raad] van India serta sekalian umur panjang jua adanya.”(Naskah Leiden Or.2241-IIb 4; 28 Maret 1794).
Umumnya penghijrahan orang Minang dilakukan secara spontansatu ciri merantau orang Minang yang khas (Naim 1979). Satu keuntungan lagi: orang Minang rata-rata bisa berbahasa Melayu, yang di zaman lampau disebut sebagai “bicaro gaduang“. Oleh sebab itu para perantau Minang tidak sulit berkomunikasi dengan kelompok-kelompok etnis yang sudah lebih dulu bermastautin di bandar-bandar Nusantara yang memang sudah menjadikan bahasa Melayu sebagai lingua franca dalam komunikasi antaraetnis. Sifat independen nagari-nagari di Minangkabau juga ikut mempengaruhi kohesi sosial antara sesama orang Minang di rantau.
Faktor-faktor di atassifat-sifat internal kebudayaan Minangkabau sendiri dan juga faktor kebahasaantidak saja mempengaruhi jenis pekerjaan yang disukai orang Minang di rantau, tetapi juga mempengaruhi cara mereka hidup dengan sesamanya dan dengan orang-orang dari kelompok etnis lain.
Suryadi, dosen dan peneliti pada Opleiding Talen en Culturen van Indonesi, Universiteit Leiden, Belanda
Dimuat di Padang Ekspres 28 Oktober 2008 (Teras Utama)

Jumat, 05 Juli 2013

Hukuman Jaminan


KATA PENGANTAR


Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya Makalah Hukum Bisnis tentang Hukum Jaminan .
Kami menyusun ini sedemikian rupa agar kita semua lebih memahami dan mendalami mengenai Hukuman Jaminan. Kami menyusun materi ini dengan konsep yang mudah dimengerti serta disajikan pula secara sistematis.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita, kritik dan saran perbaikan kepada kami, sangat kami harapkan untuk menyempurnakan tugas-tugas di masa mendatang.




                                                                            Pekanbaru, 01 April 2013



DAFTAR ISI


KATA PENGANTAR.............................................................................................................
DAFTAR ISI...........................................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................
 A. Latar Belakang.................................................................................................................
 B. Rumusan Masalah.............................................................................................................
 C. Tujuan Makalah................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN......................................................................................................
 A. Pengertian Hukuman Jaminan..........................................................................................
 B. Pengertian Jaminan...........................................................................................................
 C. Fungsi Hukuman Jaminan ................................................................................................
 D. Macam-macam Hukuman jaminan.......................................................................................
 E. Lembaga-lembaga jaminan di indonesia..........................................................................

BAB III PENUTUP..............................................................................................................
 A. kesimpulan........................................................................................................................
 B. Saran.................................................................................................................................


DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................







Bab I
Pendahuluan
A.Latar Belakang
Hukum jaminan meliputi jaminan kebendaan maupun perorangan. Jaminan kebendaan meliputi utang-piutang yang diistimewakan, gadai, dan hipotek. Sedangkan jaminan perorangan, yaitu penanggungan utang (borgtocht). Sehubungan dengan pengertian, beberapa pakar merumuskan pengertian umum mengenai hukum jaminan. Pengertian itu antara lain menurut Satrio, hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur. Intinya hukum jaminan adalah hukum yang mengatur tentang jaminan piutang seseorang. Disamping itu, Salim HS juga memberikan perumusan tentang hukum jaminan, yaitu keseluruhan kaidah – kaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit. Dari dua pendapat perumusan pengertian hukum jaminan di atas dapat disimpulkan inti dari hukum jaminan adalah ketentuan hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi jaminan atau debitur dengan penerima jaminan atau kreditur sebagai pembebanan suatu utang tertentu atau kredit dengan suatu jaminan (benda atau orang tertentu).
Berdasarkan pengertian di atas, unsur-unsur yang terkandung didalam  perumusan  hukum  jaminan, yakni sebagai berikut.
1. Serangkaian ketentuan hukum, baik yang bersumberkan kepada ketentuan hukum yang tertulis dan ketentuan hukum yang tidak tertulis. Ketentuan hukum jaminan yang tertulis adalah ketentuan hukum yang berasal dari peraturan perundang-undangan, termasuk yurisprudensi, baik itu berupa peraturan yang original (asli) maupun peraturan yang derivatif (turunan). Adapun ketentuan hukum jaminan yang tidak tertulis adalah ketentuan hukum yang timbul dan terpelihara dalam praktik penyelenggaraan pembebanan utang suatu jaminan.
2. Ketentuan hukum jaminan tersebut mengatur mengenai hubungan hukum antara    pemberi jaminan (debitur) dan penerima jaminan (kreditur). Pemberi jaminan yaitu pihak yang berutang dalam suatu hubungan utang-piutang tertentu, yang menyerahkan suatu kebendaan tertentu sebagai (benda) jaminan kepada penerima jaminan (kreditur).
 3. Adanya jaminan yang diserahkan oleh debitur kepada kreditur.
 4. Pemberian jaminan yang dilakukan oleh pemberi jaminan dimaksudkan sebagai   jaminan (tanggungan) bagi pelunasan utang tertentu.

B.Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian dari Hukuman Jaminan?
 2. Apakah pengertian Jaminan?
 3. Apakah Fungsi hukuman Jaminan?
 4. Apa saja macam-macam hukuman jaminan?
 5.apa saja lembaga-lembaga jaminan yang ada di indonesia?
C.Tujuan Makalah
  1. Mengetahui pengertian dari Hukuman Jaminan.
  2. Mengetahui pengertian Jaminan.
  3. Mengetahui fungsi dari Hukuman Jaminan.
  4. Mengetahui macam-macam Hukuman Jaminan.
  5. mengetahui lembaga-lembaga jaminan yang ada di indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN
http://bolmerhutasoit.files.wordpress.com/2011/06/hukum-jaminan.jpg?w=630

A.Pengertian Hukuman Jaminan
Hukum jaminan meliputi jaminan kebendaan maupun perorangan. Jaminan kebendaan meliputi utang-piutang yang diistimewakan, gadai, dan hipotek. Sedangkan jaminan perorangan, yaitu penanggungan utang (borgtocht). Sehubungan dengan pengertian, beberapa pakar merumuskan pengertian umum mengenai hukum jaminan. Pengertian itu antara lain menurut Satrio, hukum jaminan adalah peraturan hukum yang mengatur tentang jaminan-jaminan piutang seorang kreditur terhadap seorang debitur. Intinya hukum jaminan adalah hukum yang mengatur tentang jaminan piutang seseorang. Disamping itu, Salim HS juga memberikan perumusan tentang hukum jaminan, yaitu keseluruhan kaidah – kaidah hukum yang mengatur hubungan antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit. Dari dua pendapat perumusan pengertian hukum jaminan di atas dapat disimpulkan inti dari hukum jaminan adalah ketentuan hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi jaminan atau debitur dengan penerima jaminan
atau kreditur sebagai pembebanan suatu utang tertentu atau kredit dengan suatu jaminan (benda atau orang tertentu).
 Menurut UU NO.14/1967 (Tentang Perbankan) arti jaminan diberi istilah Agunan atau Tanggungan.
Menurut UU NO.7/1992 diubah menjadi UU NO.10/1998 (Tentang Perbankan) arti jaminan yaitu keyakinan atas iktikad dan kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan perjanjian.
Pasal 8 UU no 10 tahun 1998 jaminan adalah keyakinan atas kemampuan dan kesanggupan debitur untuk melunasi hutangnya sesuai dengan yang diperjanjikan.
Hartono Hadisoeprapto memberikan pengertian tentang “Jaminan adalah sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi kewajiban yang dapa dinilai dg uang yang timbul dr suatu perikatan”.
Djuhaendah Hasan memberikkan pengertian Hukum Jaminan dan pengertian jaminan yaitu “sarana perlindungan bagi keamanan kreditur yaitu kepastian akan pelunasan hutang debitur atau pelaksanaan suatu prestasi oleh debitur atau oleh penjamin debitur”
Thomas Suyatno dkk.memberikan pengertian jaminan kredit adalah penyerahan kekayaan atau pernyataan kesanggupan seseorang untuk menanggulangi pembayaran kembali suatu utang.
Hukum jaminan adalah perangkat hukum yang mengatur tentang jaminan dr pihak debitur atau dari pihak ketiga bagi kepastian pelunaan piutang kreditur ataupelaksanaan suatu prestasi.

B.Pengertian Jaminan
Jaminan adalah sejenis harta yang dipercayakan kepada pengadilan untuk membujuk pembebasan seorang tersangka dari penjara, dengan pemahaman bahwa sang tersangka akan kembali ke persidangan atau membiarkan jaminannya hangus (sekaligus menjadikan sang tersangka bersalah atas kejahatan kegagalan kehadiran). Biasanya jaminan berupa uang akan dikembalikan pada akhir persidangan jika sang tersangka hadir dalam setiap persidangan.
Dalam beberapa negara pembayaran jaminan merupakan hal yang lazim. Walaupun begitu, jaminan bisa pula ditolak dalam sejumlah kondisi, misalnya jika sang tersangka dianggap kemungkinan besar akan menghindari persidangan walaupun telah membayar jaminan. Selain itu, undang-undang negara juga dapat menolak diberikannya jaminan dalam kasus kejahatan yang berujung pada hukuman mati.
Negara-negara tanpa sistem jaminan hanya memenjarakan sang tersangka sebelum persidangan jika dianggap perlu.

C.Fungsi Hukuman Jaminan
Fungsi Hukuman Jaminan adalah untuk meyakinkan bank atau kreditor, bahwa debitor mempunyai kemampuan untuk mengembalikan atau melunasi kredit yang diberikan kepadanya sesuai dengan persyaratan dan perjanjian kredit yang telah disepakati bersama.

D.Macam-macam Jaminan
1.Jaminan perorangan (Personal Guaranty)
 adalah jaminan seseorang dari pihak ketiga yang bertindak untuk menjamin dipenuhinya kewajiban-kewajiban dari debitor.
            Mengenai pengertian penanggungan ditegaskan dalam pasal 1820 KUH Perdata, yang menyatakan bahwa:
“penanggungan adalah suatu persetujuan dengan mana seorang pihak ketiga, guna kepentingan si berutang, mengikatkan diri untuk memenuhi perikatannya si berutang manakala orang ini sendiri tidak memenuhinya”.
Sebagaimana halnya perjanjian perorangan ini juga bersifat accesoir, dalam arti bahwa perjanjian penanggungan itu baru timbul setelah dilahirkannya perjanjian pokoknya berupa perjanjian utang piutang.
Tanggung jawab penanggung terhadap debitor adalah tanggung jawab yang bersifat suatu “cadangan” saja, dalam arti berfungsi apabila harta benda debitor tidak mencukupi untuk melunasi utangnya, atau dalam halnya debitor itu sama sekali tidak mempunyai harta benda yang dapat disita.
Jadi kalau pendapatan lelang sita atas harta benda debitor tidak mencukupi untuk melunasi utangnya, barulah tiba gilirannya untuk menyita harta benda penanggung/ penjamin. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam pasal 1831 kitab undang-undang Hukum Perdata.
“si penanggung tidaklah diwajibkan membayar kepada si berutang,selainnya jika si berutang lalai, sedangkan benda-benda di berutang ini harus lebih dahulu disita dan dijual untuk melunasi utangnya”.
Akibat lain dari hubungan antara debitor dan penanggung yang telah membayar, dapat menuntutnya kembali dari debitor utama, baik penanggungan telah diadakan maupun tanpa pengetahuan debitor utama. Penuntutan kembali tidak mengenai uang pokoknya maupun mengenai bunga serta biaya-biaya lain.
Namun, oleh karena itu jaminan perorangan ini tidak ada hak privilege atau hak yang diistimewakan terhadap kreditor-kreditor lainnya, maka jaminan itu hampir tidak berarti bagi bank sebagai pihak pemberi kredit.

2.      Jaminan Kebendaan
Jaminan kebendaan adalah suatu tindakan berupa suatu penjaminan yang dilakukan oleh si berpiutang (kreditor) terhadap debitornya, atau antara si berpiutang dengan seorang pihak ketiga guna memenuhi kewajiban-kewajiban dari si berutang (debitor).
Jaminan yang bersifat kebendaan yaitu adanya benda tertentu yang dijadikan jaminan (zakelijk). Ilmu hukum tidak membatasi kebendaan yang dapat dijadikan jaminan hanya saja kebendaan yang dijaminkan tersebut haruslah milik dari pihak yang memberikan jaminan kebendaan tersebut.[4]
Pemberian jaminan kebendaan selalu berupa menyendirikan suatu bagian dari kekayaan seseorang, si pemberi jaminan, dan menyediakannya guna pemenuhan (pembayaran) kewajiban (utang) dari seorang debitor. Kekayaan tersebut dapat berupa kekayaan si debitor itu sendiri atau kekayaan pihak ketiga. Pemberian jaminan kebendaan ini kepada si berpiutang (kreditor) tertentu, memberikan kepada si berpiutang tersebut suatu hak privilege (hak istimewa) terhadap kreditor lainnya.
Jaminan kebendaan mempunyai ciri-ciri “kebendaan” dalam arti memberikan hak mendahului di atas benda-benda tertentu dan mempunyai sifat melekat dan mengikuti benda yang bersangkutan.
Syarat-syarat benda jaminan :
¢  Dapat secara mudah membantu perolehan kredit itu oleh pihak yang memerlukannya
¢  Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pencari kredit untuk melakukan atau meneruskan usahanya.
¢  Memberikan kepastian kepada si kreditur, dalam arti bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi, bila perlu dapat mudah diuangkan untuk  melunasi hutangnya si penerima kredit.
  E. Lembaga-Lembaga Jaminan Di Indonesia
       Lembaga jaminan untuk benda tidak bergerak, yaitu:
1.    Hak tanggungan
menurut ketentuan pasal 1 undang-undang No. 4 tahun 1996 tentang hak tanggungan atas tanah berserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah, yang dimaksud dengan hak tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam undang-undang No.5 tahun 1960 tentang peraturan dasar pokok agraria, berikut benda-benda lain yang merupakan kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakannya kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lainnya.
            Dari pengertian di atas,menunjukkan bahwa pada prinsipnya hak tanggungan adalah hak yang dibebankan pada hak atas tanah berserta benda-benda lain yang merupakan kesatuan dengan tanah.benda-benda lain tersebut berupa bangunan,tanaman,dean hasil karya (seperi lukisan) yang melekat secara tetap pada bangunan.
2.    Gadai
Gadai menurut ketentuan pasal 1150 KUH Perdata, adalah suatu hak yang di peroleh seseorang berpiutang atas suatu barang bergerak, yang di serahkan kepadanya oleh seorang yang berutang atau oleh seorang lain atas  namanya, dan yang memberikan kekuasaan kepada si berpiutang itu untuk mengambil pelunasan dari barang tersebut secara didahulukan dari pada orang-orang berpiutang lainnya, dengan kekecualian biaya untuk melelang barang tersebut dan biaya yang telah dikelurkannya untuk menyelamatkannya setelah barang itu digadaikan, biaya-biaya mana yang harus didahulukan.
            Berdasarkan ketentuan diatas,jelaslah bahwa dalam gadai ada kewajiban dari seseorang debitor untuk menyerahkan barang bergerak yang dimilikinya sebagai jaminan pelunasan utang, serta memberikan hak kepada si berpiutang (kantor gadaian) untuk melakukan penjualan atau pelelangan atas barang tersebut apabila ia (si debitor) tidak mampu menembus kembali barang dimaksud dalam jangka waktu yang telah ditentukan.
3.    Fidusia
Fidusia menurut asal katanya berasal dari bahasa Romawi fides yang berarti kepercayaan. Fidusia merupakan istilah yang sudah lama dikenal dalam bahasa Indonesia. Begitu pula istilah ini digunakan dalam Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Dalam terminologi Belanda istilah ini sering disebut secara lengkap yaitu Fiduciare Eigendom Overdracht (F.E.O.) yaitu penyerahan hak milik secara kepercayaan. Sedangkan dalam istilah bahasa Inggris disebut Fiduciary Transfer of Ownership. Pengertian fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tetap dalam penguasaan pemilik benda. Sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia terdapat berbagai pengaturan mengenai fidusia diantaranya adalah Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun telah memberikan kedudukan fidusia sebagai lembaga jaminan yang diakui undang-undang. Pada Pasal 12 Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa,
Rumah susun berikut tanah tempat bangunan itu berdiri serta benda lainnya yang merupakan satu kesatuan dengan tanah tersebut dapat dijadikan jaminan utang dengan :
dibebani hipotik, jika tanahnya hak milik atau HGB
dibebani fidusia, jika tanahnya hak pakai atas tanah negara.
Hipotik atau fidusia dapat juga dibebankan atas tanah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) beserta rumah susun yang akan dibangun sebagai jaminan pelunasan kredit yang dimakksudkan untuk membiayai pelaksanaan pembangunan rumah susun yang direncanakan di atas tanah yang bersangkutan dan yang pemberian kreditnya dilakukan secara bertahap sesuai dengan pelaksanaan pembangunan rumah susun tersebut.

Jaminan Fidusia adalah jaminan kebendaan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun tidak berwujud sehubungan dengan hutang-piutang antara debitur dan kreditur. Jaminan fidusia diberikan oleh debitur kepada kreditur untuk menjamin pelunasan hutangnya.

Jaminan Fidusia diatur dalam Undang-undang No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Jaminan fidusia ini memberikan kedudukan yang diutamakan privilege kepada penerima fidusia terhadap kreditor lainnya.

Dari definisi yang diberikan jelas bagi kita bahwa Fidusia dibedakan dari Jaminan Fidusia, dimana Fidusia merupakan suatu proses pengalihan hak kepemilikan dan Jaminan Fidusia adalah jaminan yang diberikan dalam bentuk fidusia






Bab III
Penutup

Kesimpulan:
Perumusan pengertian hukum jaminan di atas dapat disimpulkan inti dari hukum jaminan adalah ketentuan hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi jaminan atau debitur dengan penerima jaminan.
Jaminan adalah sejenis harta yang dipercayakan kepada pengadilan untuk membujuk pembebasan seorang tersangka dari penjara, dengan pemahaman bahwa sang tersangka akan kembali ke persidangan atau membiarkan jaminannya hangus (sekaligus menjadikan sang tersangka bersalah atas kejahatan kegagalan kehadiran). Biasanya jaminan berupa uang akan dikembalikan pada akhir persidangan jika sang tersangka hadir dalam setiap persidangan.
Fungsi Hukuman Jaminan adalah untuk meyakinkan bank atau kreditor, bahwa debitor mempunyai kemampuan untuk mengembalikan atau melunasi kredit yang diberikan kepadanya sesuai dengan persyaratan dan perjanjian kredit yang telah disepakati bersama.
Macam-macam hukuman jaminan:Jaminan perorangan (Personal Guaranty), Hukuman Jaminan kebendaan
Lembaga jaminan untuk benda tidak bergerak, yaitu:
·         Hak tanggungan
·         Gadai
·         Fidusia


Daftar pustaka

Purwahid, Patrik. Kashadi. 2002. Hukum Jaminan Edisi Revisi dengan UUHT. Semarang: Fakultas Hukum Universitas Diponegoro
kuliahade.wordpress.com/.../hukum-jaminan-pengertian-dan-macam-.
id.wikipedia.org/wiki/Jaminan_(prosedur_hukum)
Satrio,J. 1993, Hukum Jaminan, Hak- Hak Kebendaan, Bandung : PT. Citra Aditya Bakti
http://skullcmeira.blogspot.com/2011/10/hukum-jaminan-kebendaan.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Jaminan_fidusia

bentuk kerja sama bisnis dan lembaga pembiayaan


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar belakang
Dalam ilmu ekonomi, bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata bisnis dari bahasa Inggris business, dari kata dasar busy yang berarti "sibuk" dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan.
Berbicara tentang bisnis, tentu akan ada pembagian – pembagan dari bentuk, jenis, tujuan, mafaat, serta lembaga yang membiayai dari bisnis itu sendiri. Disini penulis mencoba untuk memaparkan bentuk – bentuk serta lembaga yang membiayai bisnis tersebut.
Penulis menyusun makalah ini merupakan bentuk pertanggung jawaban mahasiswa terhadap dosen mata kuliah “ Hukum Bisnis “ dan sebagai salah satu panduan untuk lebih tahu bagaiman bentuk bisnis dan lembaga pembiaya bisnis..
1.2  Tujuan
Adapun tujuan dari pembentukan makalah ini adalah untuk menjelaskan secara singkat mengenai “ Bentuk kerjasama dalam bisnis serta lembaga pembiayaan“, pembaca dapat terbuka wawasannya serta merupakan kajian untuk mempejari bisnis.
1.3  Manfaat
Manfaat yang dapat diperoleh dari pembuatan makalah ini adalah :
1.       Pembaca dapat mengetahui bagaimana bentuk - bentuk kerja sama dalam bisnis
2.       Pembaca dapat mengetahui apa saja lembaga pembiayaan dalam bisnis.
1.4  Metode
Adapun metode yang digunakan adalah metode deskriptif yaitu metode yang menggambarkan mengenai “ bentuk – bentuk kerjasama dalam bisnis dan lembaga pembiayaan”
BAB II
PEMBAHSAN


BENTUK – BENTUK KERJASAMA DALAM KEGIATAN BISNIS DAN LEMBAGA PEMBIAYAAN

2.1  Bentuk – Bentuk Kerjasama Dalam Kegiatan Bisnis

2.1.1        Merger
A.    Pengertian
Merger  atau fusi adalah suatu penggabungan satu atau beberapa badan usaha sehingga dari sudut ekonomi merupakan satu kesatuan, tanpa melebur badan usaha yang bergabung.

B.     Di pandang dari segi ekonomi, ada dua jenis merger, yaitu merger horizontal dan merger vertikal.
·         Merger horizontal adalah penggabungan satu atau beberapa perusahaan yang masing – masing kegiatan bisnis ( produksinya ) berbeda satu sama lain sehingga yang satu dengan yang lain nya merupakan kelanjutan dari masing – masing produk.
Contoh :PT A mengusahakan kapas, bergabung dengan PT C yang mengusahakan kain dan seterusnya. Dengan demikian tujuan kerjasama disini adalah menjamin tersedianya pasokan atau penjualan dan distribusi di mana PT B  akan mempergunakan produk PT A dan PT C akan mempergunakan produk PT B dan seterusnya.
·         Merger  vertikal adalah penggabungan satu atau beberapa  perusahaan yang masing – masing kegiatan bisnis berbeda satu sama lain, namun tidak saling mendukung dalam penggunaan produk.
Misal nya badan usaha perhotelan, bergabung dengan badan usaha perbankan, perasuransian sehingga di sini terlihat adanya diversifikasi usaha dalam suatu penggabungan badan usaha.
Di pandang dari aspek hukum, bentuk kerjasama ini hanya dapat dilakukan  pada badan usaha dengan status badan hukum (dalam hal ini perseroan terbatas).
C.     Tujuan merger
1)      Efisiensi aset dalam suatu kesatuan perseroaan
2)      Biaya produksi dapat ditekan
3)      Dapat melahirkan manajemen yang profesional
4)      Saling membantu apabila ada anggota yang merugi
D.    Pelaksanaan merger bagi PT
Menurut PP no 27 tahun 1998 pasal 6:
1)      Penggabungan hanya dapat dilakukan dengan persetujuan RUPS
2)      RUPS harus dihadiri min ¾ anggota dan disetujui min ¾ dari jumlah anggota yang hadir

E.     Tahapan Merger menurut UU no 1 tahun 1995
1)      Tahap perencanaan
2)      Persetujuan RUPS
3)      Pengumuman Rencana Penggabungan
4)      Pelaksanaan
5)      Pengumuman hasil penggabungan

2.1.2        Konsolidasi
A.    Pengertian
Antara konsolidasi dan merger sering kali dipersamakan sehingga dalam praktik kedua istilah ini sering di pertukarkan dan dianggap sama artinya, namun sebenarnya terdapat perbedaan pengertian antara konsolidasi dan merger.
Dalam merger penggabungan antara dua atau lebih badan usaha tidak membuat badan usaha yang bergabung menjadi lenyap, sedangkan konsolidasi adalah penggabungan antara dua atau lebih badan usaha yang menggabungkan diri saling melebur menjadi satu dan membentuk satu badan usaha yang baru, oleh kerena itu, konsolidasi ini sering kali di sebut dengan peleburan.


B.     Tujuan konsolidasi
à menyehatkan badan usaha, dalam hukum bisnis lebih dikenal dengan restrukturisasi

2.1.3        Joint Venture
A.    Pengertian
Joint venture secara umum dapat di artikan sebagai suatu persetujuan di antara dua pihak atau lebih, untuk melakukan kerjasama dalam suatu kegiatan. Persetujuan di sini adalah kesepakatan yang di dasari atau suatu perjanjian yang harus tetap berpedoman kepada syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana diatur dalam Pasal 1320 KUHPerdata.
Jadi menurut Amirizal joint venture adalah kerjasama antara pemilik modal asing dengan pemilik modal nasional semata – mata berdasarkan suatu perjanjian belaka ( contractueel ).

B.     Subjek dari joint venture dapat di bagi menjadi dua jenis kerjasama yaitu :
1)      Antara orang atau badan hukum RI dengan orang atau badan hukum RI
2)      Antara orang atau badan hukum RI dengan orang atau badan hukum asing/lembaga internasional.
C.    Keuntungan joint venture
      Bagi mitra Nasional
§  pendanaan dari PMA
§  pemanfaatan manajemen asing
§  membuka peluang pasar baru
§  transfer teknologi
      Bagi mitra Asing
§  akses sumber lokal
§  akses pasar domestik
§  kemudahan regulasi pemerintah

D.    Kerugian Joint Venture
      Manajemen tidak bisa dikuasi penuh oleh mitra nasional
      Transfer teknologi tidak optimal
      Pasar sebagian besar dikuasi oleh mitra asing
      Harus dilakukan negosiasi à win win solution Antara kedua belah pihak sebelum joint venture dilakukan
2.1.4        Waralaba (franchise)
A.    Pengertian
Waralaba yang dulu dikenal dengan istilah franchise sekarang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2007 tentang Waralaba.
Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba.
B.     Kriteria tertentu yang dimaksudkan adalah syarat mutlak untuk adanya waralaba,
kriteria tersebut adalah :
1)      Memiliki ciri khas usaha
Artinya suatu usaha yang memiliki keunggulan atau perbedaan yang tidak mudah ditiru dibandingkan dengan usaha lain yang sejenis dan membuat konsumen selalu mencari ciri khas di maksud. Misalnya sistem manajemen, cara penjualan dan pelayanan dsb.
2)      Terbukti sudah memberikan keuntungan
Maksudnya bahwa usaha tersebut berdasarkan pengalaman pemberi waralaba yang telah dimiliki kurang lebih 5 ( lima ) tahun dan telah mempunyai kiat – kiat bisnis untuk mengatasi masalah – masalah dalam perjalanan usahanya, terbukti masih bertahan dan berkembangnya usaha tersebut dengan menguntungkan.
3)      Memiliki standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan yag dibuat secara tertulis.
Dimaksud dengan standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan yang dibuat secara tertulis adalah  supaya penerima waralaba dapat melaksanakan usaha dalam kerangka kerja yang jelas dan sama ( standard operational procedure ).
4)      Mudah diajarkan dan di aplikasikan
Maksudnya usaha tersebut mudah dilaksanakan sehingga penerima waralaba yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan mengenai usaha sejenis dapat melaksanakannya dengan baik sesuai dengan bimbingan operasional dan manajeman yang berkesinambungan yang diberikan oleh pemberi waralaba.
5)      Adanya dukungan yang berkesinambungan
yaitu dukungan dari pemberi waralaba kepada penerima waralaba secara terus – menerus seperti bimbingan operasional, pelatihan, dan promosi
6)      Hak kekayaan intelektual yang telah terdaftar
Adalah HKI yang terkait dengan usaha seperti merek, hak cipta, paten, dan rahasia dagang, sudah di daftarkan dan mempunyai sertifikat atau sedang dalam proses pendaftaran di instansi yang berwenang.


2.2  Lembaga Pembiayaan dalam Kegiatan Bisnis
2.2.1        Pengertian
Lembaga pembiayaan diatur dalam keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1998 tanggal 20 Desember 1988, dijabarkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1998 tanggal 20
Desember 1988 junc to Keputusan Menteri Nomor 468/KMK.017/1995 tentang Ketentuan dan tata cara Pelaksanaan Lembada Pembiayaan.
Menurut Pasal 1 ayat (2) Keputusan Presiden No.61 Tahun 1988, lembaga pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana dan barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat.

2.2.2        Jenis-jenis lembaga pembiayaan
A.     Sewa Guna Usaha (Leasing)
Kata leasing sebenarnya berasal dari kata to lease yang bearti menyewakan.Leasing sebagai suatu jenis kegiatan dapat dikatakan masih baru atau muda dalam kegiatan yang dilakukan di Indonesia, yaitu baru dipakai pada tahun 1974. Di Indonesia sendiri sudah ada beberapa perusahaan leasing yang statusnya sebagai suatu lembaga keuangan non bank.
Setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan atau menyewakan barang-barang modal untuk digunakan oleh perusahaan lain dalam jangka waktu tertentu dengan kriteria sebagai berikut ;
o   Pembayaraan secara berkala
o   Masa sewa guna usaha barang modal golongan I min.2 tahun, golongan II selam 3 tahun dan 7 tahun untuk golongan III. Golongan jenis barang modal ditentukan sesuai dengan pajak penghasilan.
o   Hak opsi, yaitu hak dari perusahaan pengguna modal untuk mengembalikan / membeli barang modal yang disewa pada akhir jangka waktu perjanjian lesasing
B.     Modal Ventura (Venture Capital)
Secara resmi lembaga modal ventura baru ada di Indonesia sejak adanya keppres No. 61 Tahun 1988 tentang lembaga pembiayaan,.
Menurut Keputusan Presiden Nomor 61 Tahun 1988 :
Modal Ventura (Venture Capital) adalah usaha pembiayaan dalam bentuk pembelian dan/ atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam dan luar negeri
Yang diatur lebih lanjut dengan keputusan Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 Tentang ketentuan dan tata cara pelaksanaan lembaga pembiayaan. Ketentuan diatas merupakan landasan berpihak yang cukup kuat dan merupakan satu-satunya peraturan pelaksanaan yang ada bagi para pemodal (investor) yang ingin melakukan usaha atau bisnisnya.
Jadi  dimaksud dengan perusahaan modal ventura (venture capital company) adalah suatu badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan pasangan usaha (invester company) untuk jangka waktu tertentu.
Sedangkan yang dimaksud dengan perusahaan pasangan usaha (PPU) adalah suatu perusahaan yang memperoleh pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal dari perusahaan modal ventura (PMV).
C.    Anjak Piutang (factoring)
Lembaga anjak piutang atau factoring merupakan lembaga pembiayaan yang dalam melakukan usaha pembiayaannya dilakukan dalam bentuk pembelian dan atau pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi perdagangan dalam atau luar negeri. Pada jasa factoring terbagi dalam dua bagian yaitu jasa keuangan dan jasa nonkeuangan.
Lembaga anjak piutang yang lebihh dikenal dengan dengan sebutan factoring ini merupakan salah satu lembaga pembiayaan yang diperlukan dalam dunia bisnis. Usaha anjak piutang sebenarnya sudah dikenal sejak 2000 tahun yang lalu. Pada saat itu bentuk usaha factoring memang masih sederhana. Pihak factor biasanya bertindak sebagai agenpenjualan yang sekaligus memberi perlindungan kredit. Kegiatan semacam ini dikategorikan sebagai general factoring.
D.    Usaha Kartu Kredit ( Credit Card )
Perusahaan kartu kredit adalah badan usaha yang melakukan usaha pembiayaan untuk membeli barang dan jasa dengan menggunakan kartu kredit.
Kartu kredit atau yang lebih dikenal dengan credit card ini adalah suatu kartu plastic yang hampir sama dengan ukuran KTP, yang diterbitkan oleh issuer (penerbit) dan dipergunakan oleh cardholder  (pemegang kartu) dan berfungsi sebagai alat pengganti pembayaran uang tunai dan pihak penerima adalah kaum usahawan/pedagang (merchant) yang telah ditentukan oleh penerbit.
Di Indonesia banyak sekali perusahaan penerbit kartu kredit seperti : Citibank, HSBC, BCA, Bank Mandiri dan lainnya. Tingkat pertumbuhan pengguna kartu kredit di Indonesia termasuk tinggi. Hal ini tentunya mengkhawatirkan karena kita lebih mau mengutang daripada menabung, tentunya akan berdampak pada rendahnya simpanan (national savings Indonesia).
E.     Pembiayaan Konsumen (consumers finance)
Yang dimaksud dengan lembaga pembiayaan konsumen (consumers finance) adalah suatu lembaga yang dalam melakukan pembiayaan pengadaan barang untuk kebutuhan konsumen dilakukan dengan system pembayaran secara angsuran atau berkala.
Kehadiran lembaga pembiayaan konsumen ini sebenarnya secara informal sudah tumbuh sejak lama sebagai bagian dari aktifitas trading. Namun secara normal baru diakui sejak tahun 1988 melalui SK Menteri Keuangan Nomor 1251/KMK.013/1988 yang secara formal mengangkat kegiatan usaha pembayaran ke permukaan, sebagai bagian resmi sector jasa keuangan.
Lembaga pembiayaan ini berbeda dengan bank, walaupun kedua-duanya merupakan sumber dana yang diperlukan seseorang. Bila pembiayaan konsumen akan melihat barng-barang apa saja yang dibiayai, maka pada kredit bank, pihak bank cukup memandang siapa konsumen yang akan mendapat bantuan dana. Kedua lembaga ini mempunyai kesamaan seperti objeknya sama yaitu barang-barang konsumsi dan mengenakan bunga sebagai biaya







BAB III
KESIMPULAN
1.      Bentuk – Bentuk Kerjasama Dalam Kegiatan Bisnis :
A.    Merger
Suatu penggabungan satu atau beberapa badan usaha sehingga dari sudut ekonomi merupakan satu kesatuan, tanpa melebur badan usaha yang bergabung.
B.     Konsolidasi
penggabungan antara dua atau lebih badan usaha yang menggabungkan diri saling melebur menjadi satu dan membentuk satu badan usaha yang baru, oleh kerena itu, konsolidasi ini sering kali di sebut dengan peleburan
C.    Joint Venture
Suatu persetujuan di antara dua pihak atau lebih, untuk melakukan kerjasama dalam suatu kegiatan
D.    Waralaba
hak khusus yang dimiliki oleh orang perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian waralaba
2.      Lembaga pembiayaan :
Badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana dan barang modal dengan tidak menarik dana secara langsung dari masyarakat
3. Jenis-jenis lembaga pembiayaan
A. Sewa Guna Usaha (Leasing)
B. Modal Ventura (Venture Capital)
C. Anjak Piutang (factoring)
D. Usaha Kartu Kredit ( Credit Card )
E. Pembiayaan Konsumen (consumers finance)